Berita Harian Rakyat - Paham radikal itu seperti parasit, radikalisme telah terbukti merusak keharmonisan suatu bangsa dan negara, jika dibiarkan akan merusak para generasi bangsa.
Sehingga keberadaan paham tersebut sudah semestinya tertolak dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Hal tersebut, selaras dengan para tokoh agama, tokoh pemuda dan pejabat daerah kabupaten Tolitoli yang tidak memeberikan tempat bagi pengajar atau ustadz yang berpaham radikal.
Dalam Islam itu tidak ada yang namanya radikal, tetapi adanya adu domba (namimah) dan dalam Islam sudah jelas dikatakan jika ada persoalan maka lakukan tabayyun atau klarifikasi, karena jika tidak tabayyun maka kemungkinan besar akan muncul radikalisme.
Untuk itu, para tokoh dan pemerintah kabupaten Tolitoli secara tegas mengajak masyarakat di daerah setempat untuk menolak paham-paham radikal dan intoleran yang dapat mengganggu keamanan daerah.
Munculnya radikalisme merupakan salah satu sebab karena ketidakpahaman dalam Islam, sehingga para tokoh dengan slogan Islam berkemajuan, sudah pasti menolak munculnya paham radikal, intoleran dan terorisme ataupun ujaran kebencian yang dapat mengacaukan keamanan serta ketertiban dalam bermasyarakat.
Menurut Adit selaku tokoh agama mengatakan, bahwa radikalisme merupakan penyimpangan dan munculnya paham radikal tersebut di tengah masyarakat merupakan sebuah kesempitan atau ketidakpahaman, alias mengaku islam tapi tidak berperilaku Islam, ungkapnya.
Oleh karena itu, para tokoh melalui pendidikan, pengajian dan kegiatan keagamaan lainnya, selalu mengajarkan Islam yang benar tanpa adanya radikalisme atau ujaran kebencian terhadap suatu golongan, tambahnya.
Adit menuturkan Islam itu penyejuk, mendamaikan dan mensejahterakan. Tokoh agama memiliki peran penting dalam menolak paham radikal, pasalnya peran aktif tokoh agama dapat menjadi teladan yang baik untuk menyampaikan pesan-pesan kebhinekaan kepada masyarakat dalam rangka mewaspadai munculnya gerakan radikal di Indonesia, pungkasnya.